Rekonstruksi Nilai dan Karakter Kader Mujahid sebagai Episentrum Organisasi PMII
Karya:
Hanif Muzaki
Kader Komisariat Ki Patih Sampun Pemalang
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir sebagai jawaban atas kebutuhan zaman—membentuk manusia merdeka yang berlandaskan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah dan berwatak progresif-transformatif. Di tengah arus perubahan sosial, budaya, dan politik yang begitu dinamis, PMII dituntut untuk terus beradaptasi tanpa kehilangan identitas. Dalam konteks inilah, keberadaan kader mujahid menjadi sangat penting sebagai episentrum kekuatan organisasi, sekaligus penggerak utama arah gerakan.
Kader mujahid adalah sosok yang tidak hanya selesai dengan proses formal kaderisasi seperti MAPABA dan PKD, tetapi telah melewati pendalaman ideologi, penempaan watak, serta internalisasi nilai-nilai perjuangan. Mereka adalah representasi ideal kader PMII: memiliki spiritualitas kuat, intelektualitas tajam, dan keberpihakan sosial yang jelas. Namun, realitas hari ini menunjukkan bahwa tidak semua kader mujahid benar-benar mencerminkan kualitas tersebut. Karena itu, perlu dilakukan rekonstruksi nilai dan karakter agar kader mujahid kembali menjadi pusat gravitasi organisasi.
Rekonstruksi nilai dimulai dengan merawat kembali fondasi ideologis PMII, yakni Aswaja sebagai manhajul fikr, dan nilai-nilai dasar pergerakan (NDP). Di era digital yang serba instan, banyak kader terjebak pada aktivitas struktural tanpa penguatan nilai. Kader mujahid harus diarahkan untuk tidak hanya memahami Aswaja dalam tataran tekstual, tetapi juga menerapkannya dalam sikap moderat, toleran, dan inklusif di tengah masyarakat yang plural.
Selain itu, karakter kader mujahid juga perlu diperkuat melalui praktik gerakan yang konsisten. Nilai seperti ijtihad, ta'awun, dan tawazun harus dihidupkan dalam keseharian organisasi, bukan hanya menjadi jargon. Karakter militan bukan berarti keras dan kaku, tetapi teguh dalam prinsip dan solutif dalam tindakan. Inilah karakter yang akan membedakan kader mujahid dengan kader administratif biasa.
Sebagai episentrum organisasi, kader mujahid juga harus menjadi motor intelektual di tengah ruang publik. PMII tidak boleh hanya menjadi organisasi pengelola acara dan kepengurusan belaka. Kader mujahid harus tampil sebagai penulis, pembicara, pemikir, dan pelaku perubahan. Ruang-ruang kajian, diskusi kritis, dan karya ilmiah harus dihidupkan kembali sebagai media pengasahan ide dan pematangan gagasan.
Namun, semua ini tidak akan berjalan tanpa peran struktur organisasi dalam menyiapkan ekosistem kaderisasi yang sehat. Komisariat dan cabang harus memberi ruang kader mujahid untuk tumbuh, berkreasi, dan diuji gagasannya. Budaya feodalisme struktural yang hanya menurunkan "titah" harus ditinggalkan. Organisasi yang sehat adalah organisasi yang memberi ruang dialog, kritik, dan apresiasi terhadap karya kadernya.
Rekonstruksi nilai dan karakter kader mujahid bukanlah pekerjaan satu malam. Ia adalah proses panjang yang memerlukan kesabaran, konsistensi, dan kesadaran kolektif. Namun jika berhasil, PMII tidak hanya akan melahirkan pemimpin struktural, tetapi pemimpin peradaban.
#salampergerakan
#puterabangsabebasmerdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar