Jumat, 25 April 2025

MINIMNYA MINAT MEMBACA DIKALANGAN MAHASISWA





Minimnya Minat Membaca di Kalangan Mahasiswa

Minimnya Minat Membaca di Kalangan Mahasiswa: Refleksi dan Upaya Solutif
Karya Sahabati: Esa Nafisah

Membaca merupakan aktivitas fundamental dalam dunia pendidikan tinggi. Kemampuan literasi yang baik berperan penting dalam membentuk cara berpikir kritis, kemampuan analitis, serta kecakapan akademik seorang mahasiswa. Namun, data menunjukkan bahwa minat membaca mahasiswa Indonesia masih tergolong rendah. UNESCO pernah mencatat bahwa indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001, yang artinya dari 1.000 orang, hanya satu yang memiliki minat membaca serius (UNESCO, 2016). 


Di tingkat mahasiswa, rendahnya minat membaca tampak dari minimnya partisipasi dalam diskusi ilmiah berbasis bacaan, rendahnya kualitas penulisan karya ilmiah, serta dominasi sumber-sumber tidak akademik dalam tugas perkuliahan. Survei Perpustakaan Nasional (2020) juga menyebutkan bahwa mahasiswa lebih sering membaca karena keperluan akademik (tugas atau ujian), bukan karena dorongan pribadi atau keinginan memperluas wawasan.


Faktor penyebabnya cukup kompleks. Pertama, kehadiran teknologi digital menciptakan budaya instan di mana mahasiswa lebih terbiasa dengan informasi singkat dari media sosial atau platform video. Hal ini menurunkan toleransi terhadap bacaan panjang dan mendalam. Kedua, sistem pembelajaran yang lebih menekankan hasil (output) ketimbang proses intelektual turut mendorong mahasiswa mencari jalan pintas, seperti membaca ringkasan atau mencari jawaban cepat. Ketiga, belum semua kampus memiliki fasilitas perpustakaan yang memadai, baik dari sisi koleksi maupun akses digital.


Minimnya minat baca ini berdampak luas. Mahasiswa kesulitan menyusun argumen berbasis literatur, kemampuan menulis akademik menurun, dan lebih rentan terhadap hoaks atau informasi tidak kredibel karena tidak terbiasa melakukan verifikasi melalui sumber yang valid. Padahal, dalam konteks pendidikan tinggi, literasi informasi menjadi salah satu indikator utama kualitas lulusan.


Untuk menjawab tantangan ini, dibutuhkan pendekatan komprehensif. Perguruan tinggi perlu mengintegrasikan literasi sebagai bagian dari kurikulum inti, bukan hanya tanggung jawab dosen Bahasa Indonesia atau mata kuliah wajib umum. Dosen juga diharapkan memberi penekanan lebih
pada telaah literatur dan penugasan yang mendorong eksplorasi bacaan. Selain itu, pengembangan perpustakaan digital, workshop literasi informasi, serta kampanye membaca melalui komunitas mahasiswa bisa menjadi langkah konkret.


Membangun budaya membaca di kalangan mahasiswa adalah investasi jangka panjang. Tanpa itu, sulit membayangkan hadirnya generasi intelektual yang mampu bersaing di tengah derasnya arus informasi global. Literasi adalah fondasi peradaban; dan mahasiswa, sebagai kelompok terpelajar, harus menjadi ujung tombaknya.

#membaca
#literasi
#mimimnyaminatbaca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manifestasi Peran Kader Mujahid dalam Menjawab Tantangan Organisasi

  Manifestasi Peran Kader Mujahid dalam Menjawab Tantangan Organisasi By: Hanif Muzaki Dalam dinamika gerakan kemahasiswaan, khususnya dalam...