Kaderisasi Informal: pelaksanaan Follow Up II (diskusi lingkar dengan tema "Aswaja Sebagai Manhajul Fikri dikalangan Mahasiswa")
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Ki Patih Sampun STIT Pemalang menyelenggarakan kegiatan Diskusi Lingkar dengan mengusung tema “Aswaja Sebagai Manhajul Fikri di kalangan Mahasiswa” di Taman Patih Sampun Pemalang, Kamis,(4/11/ 2022).
Kegiatan Follow Up II di Taman Patih Sampun Pemalang merupakan bagian dari tugas Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang dilakukan oleh setiap anggota pasca Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA). Kegiatan tersebut dihadiri oleh segenap para anggota, kader dan Pengurus. Sebelum kegiatan tersebut dimulai, disampaikan oleh Sahabat Sule selaku mewakili dari pengurus. Dalam penyampaian mempertegas kembali tujuan dari adanya tugas-tugas yang harus para anggota tuntaskan dalah satunya yaitu follow up, karena dari tugas ini minat dan potensi anggota dapat terukir dan berkembang, seiring jalannya proses. Di bantu dengan adanya mentor yang dapat mengarahkan dan mengontrol para anggota dalam berkembangnya. Tahapan follow up ini sifatnya wajib bagi para anggota sebab sudah menjadi akar komisariat yaitu pasca MAPABA melakukan proses follow up. Sejalan proses yang harus dilalui oleh anggota, kaderisasi informal juga senantiasa terjalin dengan melalui diskusi-diskusi kecil yang dilakukan oleh mentor dan anggota.
![]() |
Dokumentasi Follow Up I |
Dari dinamika proses anggota lah dapat dilihat dan di ukur dari segi keaktifan dalam mengikuti maupun di dalam forum. Terutama yang nampak di dalam forum diskusi lingkar yang telah terselenggara. Diskusi lingkar yang di selenggarakan oleh Almapaba Angkatan 2022 yang diberinama An-Najah Excellent yang menjadi ketua angkatan yaitu Sahabat Jazuli, merupakan bentuk tanggung jawab terhadap tugas dalam berproses sebagai anggota Muttakid.
Diskusi lingkar yang mengusung tema "Aswaja Sebagai Manhaj Fikri Dikalangan Mahasiswa" yang dipantik oleh Sahabat Fajrul Falah dan moderator Sahabat Anam. Dimulai pukul 13.30 di Taman Patih Sampun. Dalam proses diskusi berlangsung, membicarakan perihal Aswaja, dari sejarah, pengertian, prinsip dasar, pedoman rujukan dan Aswaja sebagai manhajul Fikri.
Melalui forum interaktif yang dibawakan oleh pemantik, kemudian memunculkan dari beberapa definisi-terkait Aswaja.
"Aswaja merupakan sekelompok orang yang mengikuti ajaran Nabi, awal munculnya Aswaja yaitu setelag terjadi perang sifin." Ucap Sahabat Sidqon Hafidz.
"Aswaja berkembang pada zaman Sahabat, mulai pesat-pesatnya di zaman khofaur Rasyidin yaitu pada kepemimpinan Sahabat Ali bin Abi Thalib, dan akhirnya muncul paham-paham Aswaja." Ucap Sahabat Jazuli.
"Berdasarkan Hadits Nabi, kelak di akhir Zaman Umat Islam terpecah menjadi 73 golongan, 72 golongan tidak selamat atau sesat, dan ada satu golongan yang selamat yaitu Aswaja." Ungkap Sahabat Fahmi Reza.
Dari berdasarkan argumen-argumen yang dikemukakan oleh anggota atau peserta diskusi lingkar, menjadikan suasana diskusi semakin hidup dan menambah semangat pemantik semakin meningkat. Bahwa benar apa yang dikatakan oleh sahabat-sahabat, kalau kita membaca sejarah Aswaja itu luas pengertiannya dan ada beberapa versi, namun yang harus kita fahami bahwa munculnya Aswaja itu memang murni dari pemikiran dan kesepakatan yang berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Kenapa begitu, sebab Faham Aswaja muncul dari 3 golongan yaitu Qadiriyah, Jabariyah dan muktazilah. Dari ketiga golongan tersebut tentunya mempunyai doktrinasi masing-masing, yang pertama Qadiriyah yaitu mempunyai anggapan bahwa daya kekuatan atau kemampuan itu murni dari diri sendiri tanpa ada campur tangan dari sang Maha pencipta, sementara Jabariyah yaitu mempunyai pedoman bahwa segala sesuatu dan kemampuannya itu terjadi karna Allah yang berbuat, seakan daya upaya mereka tidak ada. Kemudian faham Muktazilah juga beriringan muncul untuk menyongsong dari kedua golongan tersebut dengan melalui akal/fikiran. Bahwa faham Muktazilah itu lebih menjadikan akal sebagai prioritas dalam melakukan segala hal, dan Nash Al-Qur'an tidak terlalu di perhatikan. Dari ketiga faham tersebutlah muncul faham untuk menjadi jalan penengah serta menjadi acuan dalam berargumen maupun ber muamalah. Kemudian muncullah tokoh-tokoh pemikiran Islam yang tadinya berfaham Muktazilah, memiliki pengertian atau pemikiran bahwa tingkat relevansi ataupun pusat radikal harus senantiasa merujuk pada Nash Al-Qur'an, Hadits/Sunnah, Ijma', dan Qiyas. Tokoh tersebut yaitu Al Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi, kedua tokoh tersebut sekaligus menjadi pendiri dan pelopor Faham Aswaja yang sesuai dengan Ajaran Rasulullah dengan mengkomparasikan dari Faham-faham sebelumnya.
Kemudian pemantik pun melanjutkan pembahasan terkait Prinsip-prinsip Pokok Aswaja. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Tawassuth (Moderat)
2. Tasamuh (Toleransi)
3. Tawazzun (Seimbang)
4. Ta'adul/Al-'Adalah (Keadilan)
Dari beberapa prinsip-prinsip tersebutlah muncul, bahwa bagaimana pengertian Aswaja sebagai Manhajul Fikri di kalangan Mahasiswa?. Dari beberapa penjelasan oleh pemantik dan di olah oleh peserta forum menjadikan arah pembahasan semakin mengerucut, yaitu selaras dengan inti pembahasan yaitu Aswaja Sebagai Manhajul Fikri. Pada forum tersebut menanyakan perihal Manhajul Fikri kepada peserta sebelum mengarah pada tingkat relevansi. Dari peserta forum pun menyebutkan bahwa arti dari manhaj itu sendiri antara lain metode, cara, jalan dan kaidah. Dari berbagai pendapat yang di kemukakan oleh peserta, menjadikan pemantik semakin greget. Akhirnya perihal arti manhaj itu sendiri peserta dan pemantik menyepakati bahwa artikulasi dari Manhajul Fikri yaitu Metode dalam berfikir.
Setelah menyepakati artikulasi Manhajul Fikri yaitu metode dalam berfikir, akhirnya dapat menemukan bahwa artian dari Aswaja sebagai Manhajul Fikri yaitu menjadikan Aswaja sebagai metode dalam berfikir dilihat dari tingkat relevansi prinsip-prinsip dasar terhadap lingkungan masyarakat baik dalam bergaul maupun memutuskan kebijakan, dari situlah nanti akan memunculkan pemikiran-pemikiran bahwa Islam yang bibawa oleh Rasulullah yaitu Islam yang Rahmatal Lil 'Alamin yang dapat diterima melalui berbagai aspek, baik aspek kehidupan didunia yakni bermasyarakat agar senantiasa menimbulkan kemashlahatan di dunia maupun di akhirat. Dan penegasan oleh pemantik berkaitan dengan hal tersebut, bahwa "kehidupan yang sesungguhnya yaitu bukan di dunia melainkan kelak di akhirat, karena kehidupan diakhirat bersifat kekal dan abadi." Ungkap Sahabat Fajrul Falah
Penulis: Sahabat Sule
Semangat bung sule
BalasHapus